Ganjar dan Warga Tanam 15 Ribu Pohon di Lahan Kritis

Jateng, JurnalSultra.com – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama masyarakat Desa Nyemoh, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, dan para pelajar, menanam pohon di lahan kritis daerah aliran sungai (DAS) Tuntang, Sabtu (28/1/2023). Sebanyak 1.500 bibit pohon ditanam untuk menyelamatkan lahan kritis, serta mencegah longsor dan banjir di wilayah tersebut.

Penanaman pohon itu juga dilakukan serentak di Jawa Tengah dan berbagai daerah di Indonesia. Di Jawa Tengah, total ada 15.000 bibit pohon yang ditanam serentak di berbagai wilayah.

Ganjar menjelaskan gerakan menanam bibit pohon secara serentak tersebut sebagai wujud bagaimana menyelamatkan lahan kritis, mencegah abrasi DAS, sedimentasi sungai, hingga mencegah longsor dan banjir. Hal itu sudah menjadi tugas bagi semua elemen masyarakat, untuk bersama menjaga lingkungan.

“Keserentakan ini kita harapkan sebagai wujud yang menjadi tugas-tugas kita semuanya. Jadi kalau seluruh partai peduli, ada kadernya yang jadi eksekutif, yang jadi legislatif, yang jadi struktural itu gerakkan semuanya. Kita sudah ada program yang sudah jalan, maka kita tinggal masukkan untuk ditanam bersama. Di sini (Desa Nyemoh) ada 1.500 pohon MPTS (Multipurpose Tree Species) di sini saja. Se-Jateng ada 15.000 bibit pohon,” jelas Ganjar, didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah, Widi Hartanto.

Berdasarkan pantauan di lokasi, area di sekitar DAS Tuntang di Desa Nyemoh tersebut terlihat gundul. Padahal air di sungai itu juga mengalir sampai ke daerah lain, seperti Kabupaten Grobogan, yang beberapa waktu lalu sejumlah desa sempat terendam banjir. Salah satu penyebab banjir di Grobogan itu adalah adanya luapan dari Sungai Tuntang yang melintas di sana, serta Sungai Lusi dari arah Blora.

“Jadi ada lahan-lahan yang kritis yang kita mesti dorong sekaligus kita edukasi. Tadi kan ketemu (warga). Ini di sebelahnya Sungai Tuntang. Kalau di sini gundul, ini pasti dihajar hujan lebat, sedimentasinya akan ke sana. Maka tadi (warga) bilang, Pak, musala bahaya, SD bahaya, karena tanah tergerus di pertemuan dua arus sungai,” beber gubernur.

Untuk daerah pertemuan dua arus itu, lanjut Ganjar, harus dicarikan solusi. Makanya, dalam kegiatan penanaman pohon itu juga melibatkan Dinas Pusdataru, DLHK, kepala desa, dan perwakilan Pemkab Semarang.

“Nah yang tempuran (pertemuan dua arus) seperti ini, bagaimana menyelesaikan, maka tadi kita juga undang dari Dinas Pusdataru kami, ada kadesnya, Pak Sekda tadi juga kita dorong untuk berkoordinasi. Nanti kalau kita tidak bisa menyelesaikan cepat, bagaimana agar kita bisa kerja gotong royong, sudahlah TMMD itu tentara ada di sini sudah siap. Kita kerahkan bareng-bareng tapi mesti dijaga, tanaman ini mesti dirawat,” katanya.

Ganjar juga menjelaskan kepada warga mengenai persentase tanaman yang ada di hutan, dataran tinggi, dan daerah aliran sungai. Sesuai peraturan, persentase itu telah ditetapkan yakni 50 persen harus ditanami tanaman keras, 20 persen MPTS, dan 30 persen yang ditanami untuk perhutanan sosial.

“Maka 30 persen itu tempatnya di mana, bagaimana cara menanamnya, kita yang mendampingi, sehingga hutannya terlindungi, terjaga, terawat, dan bisa dikonservasi terus. Kemudian lahan-lahan ini bisa dimanfaatkan untuk rakyat, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat dari perhutanan sosial,” jelasnya

Tinggalkan Balasan