Kakanwil Kemenag Sultra Buka Kegiatan Pembinaan Guru dan Tenaga Pendidik di MTsN 1 Kolaka

Kolaka, JurnalSultra.com – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara H Zainal Mustamin melakukan kunjungan sekaligus membuka kegiatan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan pada Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Kolaka, Sabtu (20/8/2022).

Diawal kesempatan tersebut, Kakanwil yang didampingi Kepala Bidang Pendidikan Madrasah H Muh. Saleh, memperkenalkan Graha Moderasi Beragama Kanwil Kemenag Sultra. Kakanwil mengutarakan keinginannya agar semua sejarah masuknya berbagai agama di Sulawesi Tenggara, dipotret di Graha Moderasi Kanwil Kemenag Sultra sebagai sarana edukasi, literasi dan promosi moderasi kerukunan umat beragama. 

Kakanwil juga mengajak para guru dan siswa untuk melakukan kunjungan studi di Graha Moderasi Beragama Kemenag Sultra. Melihat dan mengkaji kearifan lokal dan kerukunan umat beragama yang ada di Sultra.

“Saya ingin agar ada semacam museum kerukunan, sehingga alternatif kearifan lokal yang kaya di Sulawesi Tenggara, budaya yang kaya dengan nuansa kerukunan dapat diangkat menjadi sebuah edukasi dan literasi bagi masyarakat Sulawesi Tenggara. Saya juga ingin agar ada sejarah pendidikan Islam tertua, sejarah pendidikan Kristen tertua, atau sejarah pendidikan agama lainnya yang tertua bisa di pajang dan dinikmati orang banyak,” ungkapnya.

Dengan begitu, menurut Zainal Mustamin, orang akan mengetahui bahwa Sultra memiliki sejarah. Karena yang menjadi kelemahan selama ini, dokumentasi tidak tersimpan dengan baik. Pada umumnya hanya mengandalkan dokumen bahasa tutur dari pelaku sejarah, yang hanya mendengar saja dari orang-orang sebelumnya sehingga tidak terdokumentasikan dengan baik. Hal ini mengakibatkan penelitian yang dilakukan tidak merekam terlalu jauh dan secara substansial dari seluruh perkembangan keberagaman.

“MTSN 1 Kolaka sudah cukup tua dengan sejarah pendidikan yang menghasilkan orang-orang besar. Ini juga akan kita potret, karena potret itu akan menjadi sebuah cerita narasi hidup sebuah perjalanan panjang masa lalu yang bisa kita nikmati di masa depan,” jelasnya.

[poll id=”3″]

Kakanwil menegaskan, pembelajaran kerukunan harus dimulai dari dunia pendidikan, meskipun di madrasah memiliki komunitas homogen dalam artian seluruh siswa dan guru adalah muslim. Tapi kita semua tidak bisa melepaskan diri dari pergaulan sekitar, yang menemui atau menjumpai banyak orang. Keragaman itu tidak bisa dielakkan dan nilai toleransi harus diajarkan kepada anak-anak.

“Jangan sampai ada anak-anak kita yang bersekolah di Madrasah, sekolah minggu, atau pasraman mereka hanya mendapatkan indoktrinasi keberagamaan yang kaku. sehingga mereka melupakan bahwa secara faktual kita hidup di tengah kehidupan yang beragam dari segi suku, bahasa, agama, ras, antar golongan,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *