Wagub Sultra Hadiri HAB Sekaligus Membuka Porseni Lingkup Kanwil Kemenag

Kendari, JurnalSultra.com – Wagub Sultra diwakili staf khusus Wagub Bidang Pengawasan Kesra H.Abubaeda didampingi Kakanwil Kemenag Sultra H Zainal Mustamin, menyampaikan sambutan sekaligus membuka secara resmi Porseni lingkup Kanwil Kemenag Sultra, Kamis (15/12/2022). 

Pembukaan Porseni yang merupakam bagian dari rangkaian Hari Amal Bakti Kemenag RI ke -77 ini, turut dihadiri Ketua MUI Sultra KH Mursyidin, Ketua Kerukunan Keluarga Depag (KKD) KH Subbang Fahri, Ketua FKUB, Sekda Kota Kendari, Majelis agama, Ketua BKMT ASN lingkup Kanwil Kemenag Sultra dan Kemenag Kota Kendari serta seluruh peserta Aksi Damai Kirab Rukun Bersahabat.

Mengawali sambutannya Wagub menyampaikan, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak bisa melakukan segala sesuatu seorang diri, pasti ada campur tangan orang lain. Demikian halnya bangsa Indonesia bertahan hidup dengan dua hal yakni budaya dan agama.

Dirinya mengibaratkan, Budaya dan agama seperti gula dan kopi yang saling melengkapi dalam secangkir kopi tubruk. Kopi saja tanpa gula, rasanya terlalu serius sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menikmatinya. Sementara gula saja tanpa kopi, manisnya terlalu legit.

“Bagi saya, kerukunan umat beragama itu adalah keadaan atau kondisi kehidupan umat beragama yg berinteraksi secara harmonis, toleran, damai, saling menghargai dan menghormati perbedaan agama dan kebebasan menjalankan ibadah masing-masing,” ungkapnya.

Menurutnya, dalam interaksi tersebut tidak merendahkan agama satu atas agama lainnya, juga tidak mencampuradukkan dan melanggar norma-norma agama. Berkerjama dalam membangun masyarakat, dengan prinsip saling bahu membahu dan sama -sama mengambil manfaat dari eksistensi bersama dalam mencapai tujuan bersama bangsa dan negara RI berdasarkan pancasila dan UUD 1945. 

Agama, atau tepatnya spiritualitas, terkadang dan bahkan seringkali menjadi parameter kecukupan dan kenikmatan hidup. Berbagai momentum dibicarakan dengan sentuhan agama dan budaya. 

“Entah berapa banyak kegiatan sosial seperti gerak jalan kerukunan, kemah kerukunan, dialog pemuda antar-agama, dan sebagainya. Mungkin hanya di negeri ini ada doa bersama antar-agama. Kalaupun di negara lain ada kegiatan serupa, hampir bisa dipastikan penggeraknya adalah orang Indonesia,” tegasnya.

Para agamawan, budayawan, dan semua yang hadir di sini, Beragam gagasan yang terangkum dalam Polemik Kebudayaan itu pada akhirnya mewarnai cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam rumusan Pancasila dan Saat ini, apa pun agama dan kepercayaan kita, pada akhirnya kita semua berada dalam posisi yang sama: menjadi “umat digital”. 

Tinggalkan Balasan