Pragmatisme dalam Masyarakat Modern

Oleh: Andhika Wahyudiono
Dosen UNTAG Banyuwangi

Oleh: Andhika Wahyudiono Dosen UNTAG Banyuwangi

JurnalSultra.com – Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan bahwa kebenaran dari suatu konsep atau gagasan dinilai berdasarkan manfaat praktisnya dalam kehidupan manusia. Pandangan ini menekankan pentingnya kegunaan dan akibat tindakan dalam menilai kebenaran suatu konsep. Pragmatisme berkembang sebagai suatu aliran pemikiran di dunia Barat, terutama di Amerika, dan menjadi bagian penting dari sejarah filsafat Barat pada abad ke-19. Beberapa tokoh utama dalam aliran pemikiran ini adalah Charles Sanders Peirce, William James, dan John Dewey.

Awal mula gagasan tentang pragmatisme muncul saat Charles Sanders Peirce mengemukannya pada pertemuan kelompok filsafat yang disebut Metaphysical Club pada awal tahun 1870-an. Peirce kemudian mempublikasikan hasil diskusi tersebut dalam dua artikel berjudul “The Fixation of Belief” (1877) dan “How to Make Our Ideas Clear” (1878). Istilah “pragmatisme” sendiri berasal dari kata Yunani “pragma,” yang memiliki beragam arti, termasuk fakta, benda, kegiatan, dan akibat. Dalam konteks pragmatisme, istilah ini mengacu pada pemikiran yang menekankan fungsi dan kegunaan gagasan dalam tindakan praktis.

Pragmatisme menekankan bahwa pengetahuan harus dinilai berdasarkan manfaatnya dalam praktik. Ini berarti bahwa kebenaran dari suatu konsep atau gagasan ditentukan oleh sejauh mana konsep tersebut berguna dalam tindakan manusia sehari-hari. Pragmatisme memandang dunia sebagai sejumlah fakta-fakta yang dapat diterima begitu saja dan menghindari pembahasan konsep-konsep metafisika yang bersifat abstrak.

Salah satu tokoh penting dalam pragmatisme adalah John Dewey, yang mengembangkan gagasan pragmatisme ke dalam konsep eksperientalisme. Dewey memandang pertumbuhan manusia sebagai tujuan utama pendidikan dan mempercayai bahwa segala sesuatu dalam dunia ini selalu berubah. William James, seorang tokoh pragmatisme lainnya, mengkaji cara manusia menghadapi perubahan sosial dan ekonomi, serta menekankan pentingnya penggunaan akal budi dalam mencapai tujuan praktis.

Pragmatisme juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, politik, dan filsafat Tiongkok. Dalam pendidikan, pragmatisme membagi antara teori dan praktik, mengimbangi keduanya, dan mencegah pendidikan menjadi hanya tujuan materialistis. Pemikiran pragmatisme juga menjadi dasar bagi aliran filsafat pendidikan progresif, yang menekankan proses, pengalaman, dan manfaat pendidikan dalam kehidupan manusia.

Dalam politik, pragmatisme mengubah tujuan politik dari ideologis menjadi praktis. Ini dapat dilihat dalam cara elite politik menggunakan pragmatisme untuk mempertahankan kekuasaan mereka dengan mengurangi identitas ideologis partai politik. Pragmatisme juga mempengaruhi politik di tingkat masyarakat, di mana situasi atau momen politik dimanfaatkan untuk perbaikan kondisi kehidupan masyarakat.

Pengaruh pemikiran pragmatisme juga mencapai Tiongkok pada awal abad ke-20, mempengaruhi perkembangan filsafat Barat di Tiongkok dan mengilhami kembali pemikiran dalam tradisi pemikiran Tiongkok. Penerjemahan karya-karya filsafat Barat ke dalam bahasa Mandarin membantu menyebarkan pemikiran pragmatisme di Tiongkok.

Pragmatisme, pada intinya, adalah suatu aliran pemikiran yang menitikberatkan pada manfaat praktis sebagai penilaian terhadap kebenaran suatu gagasan atau konsep. Pendekatan ini telah memberikan dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam bidang filsafat, pendidikan, politik, maupun perkembangan pemikiran global.

Dalam dunia filsafat, pragmatisme menekankan pentingnya menguji ide dan konsep dengan melihat bagaimana mereka dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Ini telah membantu mengubah pandangan tentang apa yang dianggap sebagai “kebenaran” dalam filsafat, lebih fokus pada relevansi dan aplikabilitas dalam konteks sosial. Aliran ini juga telah memengaruhi pemikiran etika, dengan menekankan pada tindakan yang bermanfaat dan bertanggung jawab dalam menghadapi situasi moral.

Dalam bidang pendidikan, pemikiran pragmatisme telah memberikan dasar bagi pendidikan progresif. Hal ini mengacu pada pendekatan yang lebih berorientasi pada pengalaman nyata dan proses pembelajaran yang praktis, alih-alih hanya memusatkan perhatian pada teori-teori abstrak. John Dewey, salah satu tokoh penting dalam pragmatisme, mengembangkan konsep ini dengan menekankan pentingnya pembelajaran aktif dan keterlibatan siswa dalam pengambilan keputusan.

Politik juga telah dipengaruhi oleh pemikiran pragmatisme. Aliran ini telah menggeser fokus politik dari ideologi yang kaku ke solusi yang lebih praktis dalam mengatasi masalah sosial dan kebijakan publik. Beberapa pemimpin politik menggunakan pendekatan pragmatis dalam pengambilan keputusan demi memenuhi kebutuhan masyarakat secara langsung.

Selain itu, pemikiran pragmatisme juga telah mendukung perkembangan pemikiran global, mengingat fokusnya pada penyelesaian masalah praktis yang relevan di seluruh dunia. Ini telah membantu mempromosikan kerja sama internasional dan pemecahan masalah lintas batas dalam berbagai isu, seperti perdagangan global, perubahan iklim, dan krisis kesehatan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah aliran pemikiran yang berpengaruh luas dalam berbagai aspek kehidupan dan terus membantu kita dalam menghadapi tantangan-tantangan kompleks yang kita hadapi dalam dunia yang terus berubah.*

 

Tinggalkan Balasan