Meningkatkan Kualitas Belanja Serta Pelayanan Publik untuk Pertumbuhan Inklusif

 Oleh: Andhika Wahyudiono
Dosen Untag Banyuwangi

JurnalSultra.com – Rencana defisit fiskal 2025 yang disusun oleh pemerintah menjadi sorotan penting dalam agenda kebijakan ekonomi. Defisit ini diestimasi berada pada kisaran 2,45 persen hingga 2,82 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sebagaimana tercantum dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, langkah reformasi fiskal yang telah ditempuh perlu diperkuat melalui pendekatan “collecting more, spending better, dan innovative financing”. Hal ini menandakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan efektivitas pengumpulan pendapatan, pengeluaran yang lebih efisien, dan pembiayaan yang inovatif.

Dalam upaya menutup defisit tersebut, pemerintah mengusung pembiayaan yang inovatif, prudent, dan berkelanjutan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mengendalikan rasio utang dalam batas yang terkendali, yang diperkirakan berada di kisaran 37,98 persen hingga 38,71 persen PDB. Selain itu, pemerintah juga mendorong efektivitas pembiayaan investasi untuk mendukung transformasi ekonomi, dengan melibatkan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum (BLU), Special Mission Vehicle (SMV), dan Sovereign Wealth Fund (SWF).

Pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) juga menjadi salah satu strategi untuk mengantisipasi ketidakpastian, sementara peningkatan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) turut menjadi perhatian dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi.

Terkait pendapatan negara, pemerintah memproyeksikan pendapatan pada tahun mendatang berada di kisaran 12,14 persen hingga 12,36 persen dari PDB. Pendapatan ini diharapkan dapat ditingkatkan melalui kebijakan optimalisasi pengumpulan pendapatan lebih, dengan tetap memperhatikan iklim investasi, bisnis, dan kelestarian lingkungan.

Perluasan basis pajak dan peningkatan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan menjadi bagian integral dari strategi pemerintah untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul dari sektor ekonomi yang rentan terhadap dinamika perekonomian global.

Sri Mulyani menambahkan bahwa komitmen Indonesia dalam penerapan Global Taxation Agreement juga memberikan peluang untuk memperluas basis pajak melalui pemajakan korporasi multinasional yang melakukan transaksi lintas negara.

Dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak, pemerintah fokus pada penerapan pengawasan potensi perpajakan berbasis kewilayahan, seiring dengan upaya reformasi administrasi dan integrasi teknologi.

Pemberian insentif fiskal pada sektor-sektor strategis juga menjadi salah satu instrumen yang digunakan untuk mendukung akselerasi transformasi ekonomi. Penguatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dilakukan melalui pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal, perbaikan tata kelola, inovasi layanan publik, dan reformasi pengelolaan aset negara.

Dari sisi belanja negara, pemerintah memproyeksikan belanja berkisar 14,59 persen hingga 15,18 persen PDB. Kebijakan belanja negara diarahkan pada penguatan spending better untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Dalam konteks ini, efisiensi belanja nonprioritas dan penguatan belanja produktif menjadi fokus utama, sementara efektivitas subsidi dan bantuan sosial juga diperhatikan melalui peningkatan akurasi data dan perbaikan mekanisme penyaluran.

Pemerintah telah menunjukkan komitmen dan strategi yang terencana secara matang dalam upaya menciptakan sinergi dan harmonisasi antara kebijakan pusat dan daerah. Hal ini diharapkan dapat menghasilkan peningkatan kualitas belanja di daerah, peningkatan layanan publik, serta pemberdayaan daerah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Dalam konteks ini, komitmen pemerintah terhadap sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah menjadi kunci utama. Sinergi ini mencakup kerja sama yang erat antara pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan yang berujung pada pencapaian tujuan pembangunan nasional. Harmonisasi kebijakan ini menjadi penting untuk memastikan keselarasan antara kepentingan nasional dan lokal dalam upaya mencapai kemajuan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.

Salah satu dampak positif dari sinergi dan harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah adalah peningkatan kualitas belanja di daerah. Dengan adanya koordinasi yang baik antara pusat dan daerah, alokasi anggaran dapat dilakukan secara lebih efisien dan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini dapat membantu meningkatkan kualitas infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas publik lainnya di tingkat daerah.

Selain itu, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah juga dapat menghasilkan peningkatan layanan publik yang lebih baik. Dengan adanya koordinasi yang baik dalam penyediaan layanan publik, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, transportasi, dan keamanan, masyarakat akan mendapatkan akses yang lebih mudah dan merata terhadap layanan tersebut. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dan mendukung terciptanya iklim investasi yang kondusif.

Pemberdayaan daerah juga menjadi fokus utama dari sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah. Melalui kolaborasi yang baik, pemerintah dapat memberikan dukungan yang lebih besar kepada daerah dalam mengembangkan potensi ekonomi lokal, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengurangi disparitas pembangunan antarwilayah. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai program pembangunan daerah, pelatihan dan pendampingan untuk pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta peningkatan akses infrastruktur dan layanan dasar di daerah terpencil.

Selain itu, sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah juga diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan adanya koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, berbagai kebijakan ekonomi dapat dilaksanakan secara terpadu untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondusif, mendorong investasi, dan menciptakan lapangan kerja. Hal ini akan membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Secara keseluruhan, sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah merupakan langkah yang penting dalam upaya mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia. Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah serta kerjasama yang erat antara berbagai pemangku kepentingan, diharapkan bahwa sinergi ini dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat dan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Penulisan: Andhika Wahyudiono (Dosen UNTAG Banyuwangi) 2024;

 

Tinggalkan Balasan